RSS

Moratorium



Hendardi, Ketua Setara Institute Kamis, 3 November 2011
JAKARTA (Suara Karya): Moratorium pembebasan bersyarat sangat rentan disalahgunakan untuk memoles citra pemerintahan dan menjatuhkan lawan-lawan politik partai penguasa. Apalagi, penunjukan Amir Syamsuddin sebagai Menteri Hukum dan HAM dan wakilnya, Denny Indrayana, dianggap sebagai orang dekat dengan penguasa.

Menurut Ketua Setara Institute, Hendardi, di Jakarta Selasa (2/11) pemberian remisi dan pembebasan bersyarat merupakan hak setiap narapidana sebagaimana diatur dalam Pasal 14 huruf (f) dan (k) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Pembatasan hak, menuntut dia, hanya diperbolehkan dengan menggunakan instrumen undang-undang dan dengan argumen-argumen yang jelas. Apalagi, dalam peraturan pemerintah (PP) tidak terdapat parameter yang jelas tentang syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat itu.
"Konstruksi hukum yang bias inilah yang memicu kontroversi kebijakan baru Menkumham melakukan moratorium pemberian remisi dan pembebasan bersyarat terhadap narapidana korupsi," katanya.
Oleh sebab itu, pemerintah harus segera menyusun parameter yang jelas dan bisa dikontrol oleh pihak lain tentang standar pembebasan bersyarat dan pemberian remisi. Pada waktu yang bersamaan, perubahan UU Pemasyarakatan juga perlu mendapat perhatian sehingga variabel rasa keadilan masyarakat yang menjadi pertimbangan utama pembebasan bersyarat dan pemberian remisi, sungguh-sungguh dimaksudkan untuk membuat negeri ini bebas dari koruptor.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, mengakui kebijakan Menkumham menolak pembebasan bersyarat bagi koruptor adalah cacat dalam teknis dan pelaksanaannya. Ini berarti, keputusan itu sangat mudah digugat dan peluang Menkumham untuk kalah sangat besar.
Meski sesuai dengan keinginan masyarakat, namun pengetatan pembebasan bersyarat dan resmi terhadap terpidana tindak pidana korupsi dan terorisme memang bertentangan dengan aturan yang ada.
"Seharusnya sebelum diterapkan, Menkumham mengumumkan dulu kapan akan diberlakukan moratorium tersebut. Dengan demikian, pihak-pihak yang merasa dirugikan tidak punya celah untuk menggugat," ujarnya.
Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir mengatakan, tindakan Wakil Menkumham Denny Indrayana yang membatalkan pembebasan bersyarat secara lisan merupakan tindakan abuse of power.
Menurut Nudirman, apa yang dilakukan Wamenkumham itu juga sudah melanggar konvensi tentang HAM, baik secara internasional maupun berdasarkan konstitusi. "Ini menjadi pelanggaran khusus karena merupakan usaha pencitraan Partai Demokrat, tetapi dengan cara melanggar hukum, yang justru menjadi bumerang sebagaimana disampaikan Yusril dan Patrialis Akbar," kata Nudirman.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi III DPR Fahri Hamzah menuding Denny Indrayana sedang melakukan politik pencitraan dengan memunculkan wacana memoratorium remisi koruptor. Moratorium itu dimunculkan dengan alasan peningkatan popularitas.
"Denny itu senang mencari citra. Karena gagal membertantas korupsi, akhirnya mencoba membangun pencitraan dengan memperberat beban terpidana yang sudah terhukum dan menjadi lebih berat hukumannya," tutur Fahri.
Ia meminta Denny membaca amandemen keempat UUD 1945, sebelum mematangkan ide yang juga menuai protes terpidana korupsi karena batal mendapat remisi ini.
"Pengusul moratorium perlu membaca amandemen keempat secara lebih baik sebab mereka masih dibayangi konsep negara pra-amandemen. Bahkan, lebih jauh lagi ke belakang," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Jaksa Agung Darmono menyarankan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor dan teroris harus disertai dengan landasan hukum yang lebih kuat lagi.
"Artinya, apakah itu undang-undangnya diubah dulu? Apakah peraturan pemerintahnya diubah dulu sehingga disertai landasan hukum yang baik agar tidak menimbulkan satu kontroversi," kata Darmono.
Ia mengaku mendukung upaya untuk penghentian remisi tersebut karena dengan cara itu akan membikin pelaku korupsi kapok. "Tidak diberikan ampunan, mereka (koruptor dan teroris--Red) akan kapok," katanya. (Sugandi/Jimmy Radjah)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar